Twitter dalam berbagai kesempatan dituduh bias politik, lantaran ada politisi atau komentator yang menuduh algoritma Twitter mendukung suara lawan politik mereka. Betulkah demikian, ini hasil risetnya.
Twitter tentu tak tinggal diam dengan tuduhan itu. Platform media sosial ini kemudian menggagas dilakukannya penelitian guna memahami apakah algoritma mereka bias terhadap ideologi politik tertentu.
Twitter pun lantas mempublikasikan sebuah temuan riset pada tahun 2021, dimana penelitian tersebut kini telah diterbitkan dalam jurnal PNAS, yang juga telah ditelaah oleh para pakar di bidangnya.
Studi ini mengamati sampel sejumlah 4% dari semua pengguna Twitter yang telah terpapar algoritma (sejumlah 46.470.596 pengguna unik). Termasuk di dalamnya grup dominan dari 11.617.373 pengguna yang belum pernah menerima tweet yang direkomendasikan secara otomatis di feed mereka.
Dan ini bukan pula sebuah studi manual, di mana para peneliti merekrut sukarelawan dan mengajukan pertanyaan tentang pengalaman mereka. Sebab tidak mungkin mewawancarai langsung pengguna dalam jumlah besar seperti itu. Tapi model komputer memungkinkan para peneliti untuk menghasilkan temuan riset semacam itu.
Para peneliti menemukan bahwa di enam dari tujuh negara (Jerman adalah pengecualian), algoritma secara signifikan mendukung peningkatan tweet dari sumber yang secara politik, berhaluan kanan. Artinya algoritma tweet berpengaruh dalam peningkatan tweet kelompok yang berhaluan kanan.
Perbedaan paling mencolok terlihat di Kanada (kicauan kaum Liberal meningkat 43%, sedangkan Konservatif naik sebesar 167%).
Lalu di Inggris, kicauan Partai Buruh menguat 112%, sedangkan tweet kaum Konservatif naik 176%.
Fakta menunjukkan bahwa tweet dari pejabat terpilih ternyata hanya merepresentasikan sebagian kecil dari konten politik di Twitter.
Para peneliti kemudian menguji apakah algoritma twitter memperkuat konten berita dari ideologi tertentu?
Untuk menjawab pertanyaan penelitian itu, mereka lantas mengukur amplifikasi algoritmik dari 6,2 juta artikel berita politik yang dibagikan di AS.
Untuk menentukan kecenderungan politik sumber berita, mereka menggunakan dua set data peringkat bias media, yang dikuratori secara independen.
Serupa dengan hasil di bagian pertama penelitian, riset itu menemukan bahwa konten dari media sayap kanan lebih banyak dikuatkan oleh algoritma ketimbang konten lain yang secara ideologis bertolakbelakang.
Bagian dari penelitian ini juga menemukan saluran yang condong ke kiri maupun ke kanan tidak meningkat secara signifikan dibandingkan dengan saluran yang moderat secara politik.
Penelitian juga menunjukkan bahwa algoritma mungkin saja dipengaruhi oleh kelompok politik yang berbeda.
Misalnya, beberapa kelompok politik mungkin menerapkan taktik dan strategi yang lebih baik ketimbang lawan politiknya. Dan itu mereka lakukan untuk memperkuat konten mereka di Twitter.
Baca juga: Setelah Diakuisisi The New York Times, Akankah Permainan Viral Ini Tetap Gratis?