Social selling adalah salah satu teknik terbaru dalam digital marketing. Dinamika perilaku konsumen berpengaruh besar terhadap tren pemasaran, dan kita tidak punya pilihan selain mengikutinya.
Jika Anda menganggap social selling sama dengan social media marketing atau social media advertising, Anda keliru. Walaupun sama-sama menggunakan channel sosial media, fokus eksekusinya tidaklah sama.
Baca juga
- Digital Marketing: Definisi, Jenis, dan Kelebihannya
- Inbound Marketing: Pengertian, Metode, dan Strategi yang Dibutuhkan
- Content Marketing, Jenis dan Strategi yang Tepat untuk Tingkatkan Awareness
Anda dapat melihat social selling sebagai bagian dari inbound marketing. Gaya komunikasinya serupa, hanya saja social selling lebih spesifik ke media sosial.
Artikel ini akan membahas pengertian, pentingnya, dan cara menjalankan social selling secara rinci.
Apa itu Social Selling?
Social selling adalah praktik membangun hubungan dan terlibat dengan prospek melalui media sosial. Social media marketing dan advertising menggunakan teknik beriklan konvensional, sedangkan social selling lebih fokus pada menjalin hubungan.
Teknik ini diyakini mampu membuahkan hasil yang lebih memuaskan, terutama di era masyarakat ‘anti iklan’ seperti sekarang. Daripada ‘membakar uang’ untuk memajang iklan yang kemungkinan besar hanya akan diabaikan, bukankah lebih baik membangun hubungan yang harmonis dengan prospek?
Jika brand Anda berhasil menampilkan diri sebagai pakar sekaligus rekan, maka produk Anda pasti menjadi opsi pertama saat prospek siap untuk membeli.
Teknik ini tentu saja lebih ampuh dalam menjangkau calon pelanggan dibandingkan teknik lain yang semakin ketinggalan zaman, cold calling misalnya.
Dalam membangun interaksi, social selling menekankan pada gaya natural, bersahabat, dan halus. Setiap aktivitas social selling tidak semestinya terlihat terlalu menjual, melainkan berbagi informasi dan mengatasi masalah bersama prospek.
Jadi, social selling bukanlah tentang membombardir halaman sosial media Anda dengan sebanyak mungkin konten. Hal ini termasuk spamming dan tentu saja mengganggu audiens Anda. Pantangan besar social selling adalah mengganggu audiens karena hal ini bertentangan dengan misi utama Anda sebagai partner dan problem solver.
Setiap aktivitas Anda, konten Anda, komentar Anda, semuanya harus menonjolkan kesan bersahabat dan (seolah-olah) tanpa pamrih / motif. Inilah yang dinamakan social selling.
Pentingnya Social Selling dalam Bisnis
“Mengapa saya harus melakukan social selling?”
Alih-alih menggunakan jargon atau sekedar proyeksi, kita akan menggunakan data untuk menjawab pertanyaan tersebut.
1. Social Selling Terbukti Efektif
Social selling adalah metode yang hasilnya sangat menjanjikan. Data dari LinkedIn Sales Solutions mengungkapkan 3 fakta berikut:
- Bisnis yang memimpin di lini social selling menciptakan peluang penjualan 45% lebih besar daripada bisnis yang indeks social selling-nya rendah.
- Bisnis yang memprioritaskan social selling memiliki kemungkinan 51% lebih besar untuk mencapai kuota penjualan mereka.
- 78% bisnis yang menerapkan social selling menjual lebih banyak produk dibandingkan bisnis yang tidak aktif di sosial media.
2. Membantu Tim Sales Membangun Hubungan Nyata
Sebuah artikel di Forbes menyebutkan bahwa 87% penyelenggara event profesional telah membatalkan event karena pandemi Covid-19, dan 66% acara ditunda.
Data di atas mengindikasikan bahwa aktivitas masyarakat telah banyak beralih ke dunia maya. Sosial media pun menjadi sasaran empuk pemasaran, jika dieksekusi dengan teknik yang tepat bernama social selling.
Bermodalkan wawasan seputar tren media sosial, tim sales dapat benar-benar membangun hubungan dengan prospek. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa tim sales Anda akan membawa engagement ke level personal yang merupakan pondasi utama loyalitas pelanggan.
3. Prospek Anda Aktif di Sosial Media
Selama Anda menunda untuk terjun ke media sosial, prospek Anda sudah lebih dulu aktif di sana. Setiap detiknya, Anda melewatkan peluang yang seharusnya bisa dikonversi menjadi profit.
Social selling adalah peluang besar, tak peduli produk apa yang Anda jual dan siapa target pasar Anda. Coba perhatikan beberapa data dari Hootsuite di bawah ini:
- 4,2 miliar orang di seluruh dunia aktif di sosial media.
- Tahun 2020 saja, platform media sosial mendapatkan 490 juta pengguna.
- Itu merupakan peningkatan sebesar 13,2%, padahal 2019 hanya 7,2%.
Menariknya, sebagian besar dari mereka menggunakan sosial media untuk mencari tahu tentang brand tertentu. Ini berarti bahwa mereka sudah siap untuk membeli!
4. Kompetitor Anda Sudah Menerapkan Social Selling
Selain menyia-nyiakan prospek besar, penundaan Anda juga berakibat pada menurunnya daya saing. Sementara Anda masih menjadi pengamat, kompetitor Anda sudah lebih dulu menjajal social selling.
Padahal brand positioning sangatlah penting dalam digital marketing. Jika Anda terlambat memasuki pasar, Anda akan kesulitan untuk mengambil tempat strategis yang sudah terlebih dulu diduduki kompetitor.
Coba perhatikan data di bawah ini:
- 200 juta pengguna Instagram membuka akun mereka setidaknya satu kali per hari. 81% pengguna menggunakan Instagram untuk mencari tahu tentang produk dan layanan tertentu.
- 70% pengguna YouTube membeli produk dari sebuah brand setelah melihatnya di YouTube.
- 96% content marketer B2B menggunakan LinkedIn untuk marketing organik.
Mengenal Social Selling Index
Social Selling Index (SSI) adalah indeks yang diperkenalkan oleh LinkedIn pada tahun 2014. Indeks ini digunakan untuk mengukur dampak yang dihasilkan dari upaya social selling oleh suatu brand.
SSI terdiri dari 4 komponen, yaitu:
- Membangun merek profesional dengan profil LinkedIn yang dikelola dengan baik.
- Menemukan orang yang tepat di dalam platform.
- Membagikan konten relevan yang memicu perbincangan.
- Membangun dan memperkuat hubungan.
Penjelasan lebih lengkap mengenai SSI di LinkedIn akan kita bahas di artikel lain.
Cara Melakukan Social Selling yang Efektif
Social selling adalah teknik marketing dengan implementasi yang khas. Beberapa triknya mungkin berlaku untuk semua metode pemasaran, namun ada poin-poin tertentu yang hanya bisa Anda lakukan dengan social selling.
1. Bangun Merek Anda dengan Menghadirkan Nilai
Selalu ingat prinsip utama social selling: jangan terlalu menjual.
Alih-alih berkoar tentang produk dan jasa Anda, lebih baik membagikan konten inspiratif yang akan bermanfaat untuk prospek Anda. Tentu saja informasi yang Anda bagikan harus selaras dengan bidang bisnis yang Anda geluti.
Anda bisa membuat konten sendiri maupun membagikan konten dari influencer lain, asal bukan kompetitor. Keduanya memiliki plus-minus dan akan lebih baik jika Anda bisa menggabungkan keduanya secara proporsional.
Tampilkan brand Anda sebagai pemimpin industri di bidang yang Anda tekuni. Berikan solusi, jawab pertanyaan, bangun optimisme dan citra positif, maka brand Anda perlahan-lahan akan dikenal sebagai ‘spesialis berhati baik’.
2. Jadilah Pendengar yang Baik
Social selling mengutamakan interaksi dua arah. Citra brand di media sosial umumnya adalah banyak bicara, jarang mendengar, dan sedikit menjawab.
Lain halnya dengan social selling. Karena mengutamakan interaksi, Anda harus terbiasa mengobrol dengan prospek Anda, baik di laman komentar maupun pesan pribadi.
Buatlah akun brand Anda layaknya akun pribadi yang suka berbincang. Namun Anda tetap harus menerapkan batasan-batasan tertentu agar tidak mengurangi kredibilitas brand Anda.
Social Selling: Masa Depan Pemasaran Digital
Di masa depan, hubungan bisnis tidak lagi antara penjual dengan pembeli dalam konteks transaksional, melainkan antar rekan dalam konteks personal.
Kunci kesuksesan bisnis modern terletak pada kemampuan menjalin hubungan dengan pelanggan. Social selling adalah langkah awal sekaligus paling penting menuju tren tersebut.